MUBA- Faktamuba.com Aktivitas galian tanah yang beroperasi di Desa Beruge Mangun Jaya, Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin, telah menimbulkan sorotan tajam dari masyarakat.Lantaran kegiatan yang berlangsung dalam beberapa hari terakhir ini diduga dilakukan secara ilegal tanpa mengantongi izin Galian C dan izin Angkat-angkut resmi dari pemerintah.
Dari hasil pantauan di lapangan pada hari ini Jumat tanggal 10-Oktober-2025, Terlihat tanah galian yang di timbunkan berada tepat di pinggir jalan lintas Sekayu Lubuk Linggau yang diduga milik seorang oknum anggota DPRD Provinsi Sumsel Inisial(AS), kegiatan yang dapat menimbulkan dampak negatif terutama polusi udara akibat debu berterbangan sehingga warga sekitar merasa terganggu terhadap kegiatan tersebut. Sebagian warga memberikan kesaksian bahwa kegiatan ini dilakukan atas dasar persetujuan sepihak tanpa melalui mekanisme perizinan dari instansi terkait.
Keresahan masyarakat semakin meningkat akibat debu yang menyebar di mana-mana. Pantauan di lokasi menunjukkan tidak adanya tanda legalitas dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) maupun pemerintah kabupaten. Hal ini memperkuat dugaan bahwa aktivitas galian tersebut tergolong dalam kategori pertambangan tanpa izin (PETI) atau galian C ilegal.
Aktivitas galian tanah tanpa izin resmi melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Pelanggaran ini dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020, yang menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin resmi dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
Pasal 35 UU yang sama juga menegaskan bahwa setiap kegiatan pertambangan wajib memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB). Selain itu, aktivitas semacam ini bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang menyatakan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Warga mendesak pihak berwenang, terutama Polres Muba, Satpol PP, dan Dinas ESDM, untuk segera turun tangan. Mereka menuntut agar operasi galian tanah ilegal ini dihentikan dan pelaku diproses secara hukum sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Masyarakat tidak ingin desa mereka dijadikan ladang eksploitasi oleh pihak tertentu yang hanya mencari keuntungan tanpa memperhatikan dampaknya. Pemerintah diharapkan bertindak tegas dalam menangani masalah ini.
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan pemerintah Musi Banyuasin diharapkan segera melakukan investigasi menyeluruh dan menindak tegas pelaku usaha yang diduga melakukan penambangan tanah tanpa izin. Selain itu, pengawasan terhadap potensi eksploitasi sumber daya alam di desa-desa perlu diperketat, agar tidak ada celah bagi pelaku ilegal untuk meraup keuntungan secara sepihak.
Dalam hal ini guna mendapatkan keterangan klarifikasi dari pihak yang bersangkutan, Awak media mencoba melakukan upaya konfirmasi lebih lanjut.
Namun sangat di sayangkan Diduga oknum anggota DPRD Provinsi Sumsel Inisial (AS) terkesan memandang rendah profesi jurnalis, yang mana ia mengatakan ngatu sape, namek kendak nga, Tanah -tanah ku,berenti lh gawe nga usil gawe urang tu,ape nga hebat nia,nga kesikak kalu Ng endak tau ngen ku, tempat ku dekat SD 10 Kebon duku due.
Jika di terjemahkan. Kamu siapa,mau kamu apa,sudahlah berhenti ngurusin kerjaan orang lain, itu tanah-tanah saya,apa kamu sudah merasa hebat, kamu kesini temui saya kalau kamu mau tau siapa saya, tempat saya dekat SD 10 kebun duku dua,ucapnya dengan nada emosi.
Lantas perihal kata-kata tersebut seharusnya tidak patut di keluarkan dari seorang dewan perwakilan rakyat,yang seharusnya memberikan contoh yang baik terhadap masyarakat nya, namun sebaliknya ia melontarkan pernyataan yang terkesan mengintimidasi seolah membandingkan siapa yang hebat ke jurnalis yang berprofesi sebagai media penyampaian informasi ke publik.
Jika tidak segera ditangani, aktivitas semacam ini bukan hanya merugikan lingkungan dan masyarakat, tetapi juga berpotensi menghilangkan pendapatan asli daerah (PAD) yang seharusnya masuk dari sektor pertambangan resmi. Oleh karena itu, tindakan cepat dan tepat dari pihak berwenang sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dan perlindungan kepentingan masyarakat serta lingkungan.
(Tim)